Menderita Stroke, Tak Membuat Semangat Pak Ahmad Suudi Mengajar Meredup


Rekanan seprofesi yang terhormat, menderita stroke selama tiga tahun terakhir tak membuat semangat Pak Ahmad Suudi, guru agama SD Gumuk 1, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi meredup.

Meski penyakit itu membatasi mobilitas pria kelahiran 15 April 1960 itu, Pak Suudi memilih tetap mengajar.  Alhasil, Pak Suudi mengajar di kantin sekolah karena sulit menaiki tangga menuju ruang kelas.

"Biasanya saya ngajar murid ya di sini di kantin. Kalau di kelas harus melewati tangga dan saya nggak mau menyusahkan teman teman guru lainnya yang harus memapah saya kalau masuk kelas," kata Suudi saat ditemui Kompas.com, Rabu (25/11/2015). 

"Kantin ini jadi kelas yang juga jadi kantor khusus untuk saya karena kantornya juga ada di atas," ujar lelaki yang akrab dipanggil Pak Suud ini sambil menunjukkan tumpukan buku bahan mengajar di meja kantin. 

Selain di kanton, "kantor" lain Pak Suud adalah di kelas yang terletak di lantai bawah sehingga bapak dua anak tersebut tak perlu mendaki anak tangga.

Suud mengaku sudah mengajar di SD Gumuk 1 selama 27 tahun. Ia diangkat menjadi PNS pada tahun 1985 dan mengajar di sebuah sekolah yang berjarak 67 kilometer dari rumahnya.

"Saya masih ingat saat pertama kali lulus jadi guru saya sempat mengembalikan SK pengangkatan ke dinas karena ya memang nggak ada niat jadi guru," kenangnya. 

Suud mengatakan, latar belakang keluarganya yang sebagian besar adalah pedagang membuatnya tak berniat menjadi guru.

"Saat itulah saya dinasehati untuk melihat sekolah pertama saya," tambah dia.

Akhirnya ketika mengunjungi sekolah pertamanya, Pak Suud merasa terenyuh karena di sekolah dasar tersebut selama 10 tahun sejak didirikan belum memiliki guru agama.

"Saya disambut anak-anak yang begitu semangat untuk belajar agama karena mereka tidak pernah diajar guru agama. Dan sejak saya itu memutuskan untuk mengabdi sebagai pengajar," kenangnya.

Pertama kali mengajar tahun 1985, Suud hanya menerima gaji Rp 16.000 per bulan yang tak dibayarkan selama lima tahun. 

Padahal setiap bulan untuk biaya transportasi ke sekolah tempatnya mengajar, Suud menghabiskan uang sekitar Rp 52.000. 

"Bensin untuk jarak tempuh 100 kilometer lebih pergi pulang belum lagi ban motor harus ganti 3 bulan sekali karena kondisi jalan yang rusak parah karena posisi sekolah ada di perkebunan," kata lelaki berusia 55 tahun itu.

Perjalanan yang cukup jauh dan gaji yang tidak terbayar, sempat membuat dia patah semangat. 

Hingga suatu hari ia menyadari saat mengajar banyak obor bambu yang diletakkan di halaman sekolah. Ia lalu sempat bertanya kepada saalah satu muridnya yang duduk kelas satu.

"Saat saya tanya untuk apa obor itu, jawaban murid saya membuat saya terenyuh. Mereka bercerita jika berangkat sekolah harus bawa obor karena mereka berangkat jam 4.00 pagi," katanya sambil mengusap air mata.

"Saat itu saya malu. Anak anak kelas 1 SD berangkat jam empat pagi untuk belajar, mengapa saya yang menjadi alasan mereka berangkat sekolah harus mengeluh. Saya benar-benar malu," jelasnya.

Setelah sakit stroke 3 tahun terakhir, Pak Suud sempat berniat mengundurkan diri, namun ia tidak tega meninggalkan murid-muridnya. 

Saat ini, untuk pergi sekolah yang berjarak 27 kilometer itu dari kediamannya, Suud mengandalkan ojek yang mengantarnya pulang pergi setiap hari.

"Walaupun badan saya sudah tidak bisa bergerak normal seperti dulu saya tidak akan berhenti mengajar karena saya sadar bahwa pengajar itu adalah panggilan jiwa," pungkasnya.


Demikian informasi ini, semoga bermanfaat dan menjadi bahan perenungan bagi kita. (Sumber : kompas)

0 Response to "Menderita Stroke, Tak Membuat Semangat Pak Ahmad Suudi Mengajar Meredup"

Posting Komentar